; ; ;

SMA Negeri 1 Demak

Jl. Sultan Fatah No. 85 Demak

Maju Bersama Hebat Semua

History Club SMAN 1 Demak Kunjungi Tempat-tempat Bersejarah Di Solo

Rabu, 28 Desember 2022 ~ Oleh Baihaqi Aditya ~ Dilihat 894 Kali

SMAN 1 Demak update- Surakartanan merupakan suatu kawasan di Jawa Tengah yang umunya merujuk pada Kota Solo, Sragen, Klaten, Karanganyar, dan Wonogiri. Mengisi wilayah “jantungnya” Jawa Tengah, membuat Karesidenan Surakarta begitu eksotis. Salah satunya aspek kajian historis. Menumbuhkan visualisasi kesejarahan secara langsung, melintasi lini masa. Aroma praaksara dan uniknya perpaduan Jawa-Eropa melekat dalam memori bersama

Sabtu (24/12/2022) pagi menyapa, disambut dengan ceria. Sejak pukul 06.00 WIB, Sebanyak 14 peserta didik yang tergabung dalam komunitas History Club of Smansade (HCS) sudah terlihat di halaman sekolah. Hari ini mereka diagendakan melakukan fieldtrip ke Surakarta. Sekilas pandang, History Club of Smansade merupakan wadah ketertarikan lebih mendalam terkait dunia kesejarahan yang secara independen terbentuk pada 02 Februari 2022. Demi mendapatkan pengalaman belajar sejarah lebih riil, HCS mengarahkan pandangannya menuju Karesidenan Surakarta. Tiga tempat dengan tema yang berbeda-beda telah ditentukan: Museum Sangiran, Pura Mangkunegara, dan Pasar Antik Triwindu.

Tepat pukul 06.45 WIB, dua buah mobil jenis travel membawa rombongan menyalakan mesinnya. Perjalanan menuju Bhumi Surakarta dilakukan melalui jalur selatan (Grobogan-Sragen).

Bahkan dalam perjalanan, rasa ingin tahu akan keunikan dan fenomena wilayah memunculkan rasa berpikir kritis peserta fieldtrip. Deretan lebatnya hutan jati, rumah-rumah tradisional beratapkan tipe joglo, jalanan tidak merata dengan sensasi offroad, dan tumpukan kayu-kayu gelondongan besar yang teronggok di pinggir jalan silih berganti menjadi pemandangan sepanjang rute perjalanan.

Surga Mempelajari Kehidupan Praaksara

Pukul 09.15 WIB, Museum Purbakala menyapa. Welcome to the paradise of early human civilization.

Museum Purbakala Sangiran merupakan situs belajar sejarah zaman praaksara secara langsung yang representative. Koleksi museum mencapai ratusan fosil, artefak, dan fragmen-fragmen kehidupan yang pernah berlangsung di wilayah Nusantara sejak dua juta tahun lalu. UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), badan dibawah payung PBB yang fokus pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan resmi menetapkan Situs Sangiran sebagai salah satu situs warisan dunia pada 1996. Hal ini memiliki makna jika level museum kepurbakalaan ini standarnya telah menyentuh taraf internasional.

Interior museum didesain futuristik dengan mengedepankan kenyamanan bagi pengunjung agar berlama-lama dan dapat menyerap ragam informasi seluas-luasnya. Terdapat beberapa ruang bagian di Museum Sangiran. Bagian pertama mengintroduksi lapisan-lapisan tanah praaksara, bebatuan-bebatuan kuno, dan fosil binatang-binatang purba berukuran besar (gajah, kerbau, babi hutan, harimau, rusa, buaya, dlsb). Bagian kedua, pengunjung diajak melihat terbentuknya tata surya dari segi sains serta proses evolusi manusia. Bagian ketiga diperlihatkan diorama proses ekskavasi fosil-fosil manusia praaksara lengkap dengan para penemunya. Bagian keempat berisi diorama-diorama masa praaksara yang memperlihatkan kerasnya perjuangan manusia saat itu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagian kelima sekaligus terakhir diperlihatkan keadaan alam saat itu dan banyak terpatrikan pesan-pesan dari para figur berpengaruh di Indonesia (presiden, gubernur, walikota, dlsb) yang mengunjungi Museum Sangiran.

Belajar dengan langsung "mengunjungi" nenek moyang

“Menyenangkan dapat belajar secara langsung di situs yang luar bisa seperti Sangiran ini. Belajar tentang kehidupan, belajar memahami dan memaknai perjuangan yang telah ditorehkan manusia-manusia pendahulu menjadi pengalaman yang berharga,”ungkap Fajar Ilham Maulana, peserta kelas XII yang ikut dalam fieldtrip.

Pukul 11.30 WIB, eksplorasi nenek moyang usai. Destinasi setelahnya sudah menunggu.

Perpaduan Unik Jawa-Eropa di Bhumi Mangkunegara

Pusat Kota Surakarta menawarkan banyak hal untuk dijelajah. Salah satunya Pura atau Istana Mangkunegara. Disinilah rombongan fieldtrip tiba pukul 12.30 WIB.

Dipandu tour guide yang merangkap menjadi abdi dalem Mangkunegara, rombongan diajak untuk berkeliling melihat sisi-sisi “istana” kebanggaan Kadipaten Mangkunegara. Ditelisik secara historis, keberadaan Mangkunegara tidak dapat dilepas dari peristiwa yang dikenal dengan Perjanjian Salatiga 1757. Event 265 tahun lalu yang disepakati empat pihak tersebut memunculkan “kerajaan” kecil bernama Mangkunegara di dalam Kota Surakarta. Berdampingan dengan “kerajaan” besar Kasunanan Surakarta. Adipati pertama atau founding father dari Mangkunegara adalah Raden Mas Said (1725-1795), seorang pahlawan nasional yang publik lebih mengenalnya dengan julukan Pangeran Sambernyawa.

Perpaduan Jawa dan Eropa menghiasi istana

Dikarenakan pendiriannya tak dapat dilepaskan dari unsur kolonial, maka tak heran Pura Mangkunegara mendapatkan banyak sentuhan Eropa didalamnya. Air mancur dengan patung malaikat kecil cupid ala Romawi Kuno, patung singa penjaga berlapiskan warna emas, lampu-lampu gantung klasik dengan gaya gothic, hingga patung perak ksatria bertombak panjang dengan baju zirah besi ala abad pertengahan Eropa menghiasi sisi-sisi pura. Bersandingan dengan adanya bentuk keraton yang disangga kayu-kayu saka, gamelan, dan alunan musik jawa. Nuansa Jawa dengan gaya Eropa melebur menjadi satu.

“Pura Mangkunegara sungguh menarik. Perpaduan antara Jawa dan Eropanya membuat keberadaan keraton ini berbeda dari yang lainnya. Feodalisme ala Jawa dengan pengaruh kolonial Belanda menjadi buktinya. Apalagi penjelasan dari tour guide juga mudah dipahami dan cara penyampaiannya yang jenaka,” jelas Andika Alfi Khoiron yang menjadi koordinator kegiatan fieldtrip.

Benda-Benda Unik di Pasar Barang Antik

Memasuki pukul 15.30 WIB, kegiatan bergeser dari Pura Mangkunegara ke Pasar Triwindhu Ngarsapura. Jaraknya kurang lebih 300 meter arah selatan dari Pura Mangkunegara.

Barang-barang antik khas Surakarta dijual di Pasar ini. Gantungan lampu, tempat makan klasik, topeng, patung, klithikan, dll menjadi contoh yang dijajakan. Penamaan Triwindhu sejak dibangunnya pada tahun 1939 guna memperingati 24 tahun (tiga windu) masa pemerintahan Adipati Mangkunegara VII (1916-1944).

 

Tahun 2011 mengalami renovasi yang peresmiannya langsung ditandaangani pada papan batu ukir oleh Ir. Joko Widodo yang saat itu masih menjabat sebagai Walikota Surakarta. Biasanya pasar mulai beroperasi pukul 08.00 WIB dan tutup pada pukul 16.30 WIB.

Rangkaian perjalanan menggali pengalaman sejarah di Karesidenan Surakarta telah usai. Rombongan kembali ke Kota Wali pukul 21.00 WIB.

Sejarah merupakan perjalanan panjang kisah peradaban manusia. Menelusuri jejak-jejaknya langsung di lokasi yang sama akan mempertebal pemaknaan dalam setiap peristiwa. (BA/Hum).

Sekolah Sejarah Kesiswaan
  1. TULISAN TERKAIT