Kenali Bahaya Pernikahan Dini, Pelajar SMAN 1 Demak Ikut Sosialisasi di Lingkungan Kantor Bupati
Kamis,
28 Maret 2024 ~ Oleh Baihaqi Aditya ~ Dilihat 843 Kali
Smansade Update- Remaja adalah fase dimana seorang individu mengalami proses peralihan dari anak-anak yang bersiap menjadi dewasa. Pada fase inilah terdapat tantangan-tantangan yang datang. Salah satunya marak fenomena pernikahan terlalu dini di masyarakat. Termasuk disebagian wilayah Demak. Demi mengetahui, memahami, mempelajari, dan menyerapi wawasan baru tersebut. Perwakilan Smansade ikut berpartisipasi dalam sosialisasi.
Rabu (27/03/2024), siang terik matahari diatas cakrawala Kota Wali tidak menyurutkan peserta sosialisasi dalam membuat barisan mengantri untuk administrasi. Satu persatu, peserta sosialisasi memasuki ruangan bersuhu udara dingin dengan kursi empuk dan nyaman yang siap ditempati. Siang itu, sekitar pukul 14.00 WIB, bertempat di gedung C lantai 1 (kantor wakil bupati Demak) sosialisasi diselenggarakan. Konferensi Pemuda Nasional (KPN) bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) menjadi host terselenggaranya event tersebut.
Sebanyak 75 peserta dari unsur SMP, SMA maupun SMK memenuhi ruang pertemuan. Berbagai almamater maupun seragam yang berbeda menjadi ciri khas dan bukti bahwa peserta sosialisasi bersifat heterogen.
Pukul 15.00 WIB, kegiatan sosialisasi dimulai. Mengambil tema “Jo Kawin Bocah, Ben Ora Urip Marai Bubrah” sangat menarik dan memiliki relevansi dengan kehidupan siswa-siswi. Acara dibuka dengan sambutan secara rekaman digital yang disampaikan menteri pemuda dan olahraga (Dito Ariotedjo), Menteri pariwisata dan ekonomi kreatif (Sandiaga Salahuddin Uno), serta bupati Kab. Demak (dr.Hj. Eisti’anah, S.E).
Pelajar dilibatkan dalam sosialisasi-sosialisasi bertema remaja agar semakin paham
Dok. Pribadi
Selanjutnya sesi pemberian materi oleh narasumber, Dra. Retno Sudewi, Apt., M.Si., MM selaku kepala Dinas DP3AP2KB. Narasumber menerangkan potensi bahaya pernikahan anak yang dianggap terlalu dini karena belum siap mental dan pikiran untuk menjadi dewasa.
“pernikahan anak, tak dipungkiri angkanya masih tergolong tinggi di wilayah Jawa Tengah. Memang banyak faktor yang mempengaruhi. Mulai dari tekanan sosial, keadaan ekonomi, kondisi geografis, dan lain sebagainya. Ditambah lagi dengan muncul dan pesatnya perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan pola pikir progresif. Tahunya nikah hanya enak-enaknya saja. Begitu ada masalah dalam rumah tangga, langsung muncul beragam kejadian. Seperti KDRT, perceraian, salah pola asuh anak, dan lain-lain. Ini miris karena faktanya yang banyak terjadi, pernikahan terlalu dini justru memunculkan potensi keluarga miskin baru,” ujarnya berapi-api.
Lebih lanjut, menurutnya anak-anak atau pelajar di era sekarang harus lebih peka terhadap kondisi yang demikian. Jangan sampai salah langkah hingga mengorbankan masa muda yang penuh potensi positif.
“Jadi adik-adik pelajar yang ada disini, jangan pernah berpikir untuk nikah muda ya. Secara aturan memang batas minimal usia pernihakan di Indonesia adalah 19 tahun. Namun, disarankan agar secara logika matang secara psikis, fisik, dan ekonomi untuk perempuan minimal 21 tahun dan laki-laki 25 tahun,” tambahnya.
Sosialisasi berjalan semakin seru dengan kegiatan bernyanyi bersama dan pembukaan sesi tanya jawab berhadiah. Banyak dari peserta berlomba-lomba mengajukan pertanyaan akan rasa penasaran mereka terkait bahaya pernikahan anak.
Ditemui selepas kegiatan, salah satu peserta sosialisasi, Muhammad Novaryan Anadatama memberikan testimoninya.
“Acara berjalan seru dan menarik. Saya pribadi jadi lebih aware dan paham bahwa pernikahan usia dini (pelajar) bukan menjadi solusi, justru menimbulkan masalah ke depannya. Memang benar jika dilogika secara matang usia untuk nikah diatas 21 tahun. Acara sesi tanya-jawab berhadiah juga menarik, namun sayangnya terbatas waktu padahal saya sendiri sudah menyiapkan beberapa pertanyaan,” jelas siswa yang juga menjadi ketua OSIS SMAN 1 Demak itu.
Pernikahan adalah hal sakral. Namun, maraknya pernikahan anak menjadi masalah komunal yang harus diselesaikan agar tercipta keluarga-keluarga yang siap secara manajemen emosional. (BA/Hum).
Sekolah Sosialisasi Kesehatan